TIMES TASIKMALAYA, TASIKMALAYA – Semilir angin malam di kawasan Jalan KHZ. Mustofa, Kota Tasikmalaya terasa berbeda, ratusan pasang mata tertuju pada panggung megah di area Mall Asia Plaza. Gemerlap cahaya lampu menyoroti 16 penari disabilitas yang tampil dengan penuh percaya diri.
Gerakan tangan yang lembut, tubuh yang melanggang mengikuti irama, seakan menjadi bahasa universal yang melampaui keterbatasan.
Mereka bukan penari biasa. Enam belas siswa-siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) binaan Arin Juliana Apandi dari Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas) sukses memukau penonton lewat tarian lintas budaya.
Mulai dari musik gamelan Jawa, Sunda, Bali, Nusa Tenggara Timur, hingga ditutup dengan sentuhan musik modern, penampilan ini menjadi simbol harmoni sekaligus pembuka Launching Pasar Wisata Nusantara (PWN) 2025.
Momen tersebut mendapat perhatian khusus dari Mona Yuli Arta Silaban, perwakilan Asisten Deputi Event Daerah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI. Ia tampak terharu sekaligus bangga menyaksikan penampilan inklusif yang jarang ditemui di panggung-panggung nasional.
“Jujur yah, saya pribadi menyaksikan penampilan ini sangat terenyuh. Karena saya tahu, ada effort luar biasa dari pelatihnya untuk melatih para penari disabilitas. Kita harus beri apresiasi setinggi-tingginya. Saya rasa ini bisa menjadi cikal bakal wisata inklusi jika didukung oleh pemerintah, stakeholder, dan masyarakat,” ungkap Mona. Jumat (5/9/2025) malam.
Wakil Wali Kota Tasikamalaya beserta jajaran Forkopimda saat berfoto dengan fose salam setara di acara Launching Pasar Wisata Nusantara 2025 di Mall Asia Plaza, Tasikmalaya, Jawa Barat. Jumat (5/9/2025) malam. (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa potensi pariwisata Tasikmalaya bisa semakin maju jika semua pihak bersinergi. “Saya sudah berkeliling di Tasikmalaya, potensinya besar sekali. Kalau dikembangkan dengan semangat kolaborasi, saya yakin kota ini bisa menjadi pionir wisata inklusif di Indonesia,” tambahnya.
Gagasan wisata inklusif kini mulai mendapat perhatian lebih. Selama ini, pariwisata kerap hanya menyoroti keindahan alam, kuliner, dan budaya. Namun, keterlibatan penyandang disabilitas dalam ekosistem pariwisata masih jarang digarap secara serius.
Di sinilah Tasikmalaya bisa mengambil peran penting. Dikenal sebagai Kota Santri sekaligus sentra kerajinan bordir dan payung geulis, Tasikmalaya sudah lama menjadi destinasi wisata budaya dan religi.
Jika ditambah konsep inklusi yang melibatkan penyandang disabilitas sebagai pelaku seni maupun pemandu wisata, maka kota ini bisa menjadi model pariwisata yang ramah bagi semua kalangan.
Hal ini turut disampaikan Ervan Kurniawan, Founder Katara Tour, yang menilai penampilan 12 penari disabilitas ini sebagai langkah visioner.
“Kota Tasikmalaya punya kekayaan budaya yang sangat kuat. Jika dikemas dengan tampilan seni yang melibatkan teman tuli dan tuna gragita misalnya, ini akan sangat unik. Bisa jadi satu-satunya di Indonesia yang benar-benar inklusif,” ujarnya.
Menurutnya, proyek seni inklusif ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga pemberdayaan. Selain membuka ruang kreativitas bagi penyandang disabilitas, juga memperkaya wajah pariwisata Indonesia yang lebih humanis dan berkelanjutan.
Gelaran Pasar Wisata Nusantara 2025 yang diinisiasi Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tasikmalaya bukan sekadar agenda rutin. Event ini menjadi ruang promosi pariwisata lokal, produk UMKM, kuliner, seni, hingga hiburan yang memadukan nilai tradisi dan modernitas.
Selain penampilan tari inklusif, rangkaian acara juga menghadirkan pameran produk kerajinan khas Tasikmalaya seperti payung geulis, batik sukapura, bordir, anyaman bambu, hingga makanan khas seperti nasi tutug oncom dan dendeng gepuk. Semua dikemas untuk memperkuat branding Tasikmalaya sebagai destinasi wisata budaya sekaligus pusat kreativitas di Jawa Barat.
Dengan dukungan Kemenparekraf, pelaku wisata, serta masyarakat, Tasikmalaya berpeluang besar mengembangkan citra sebagai kota wisata inklusif pertama di Indonesia. Sebuah kota yang tidak hanya dikenal dengan alam Gunung Galunggung dan religi Kampung Naga, tapi juga sebagai kota yang memberi ruang bagi semua, termasuk penyandang disabilitas, untuk tampil dan berdaya.
Launching Pasar Wisata Nusantara 2025 dengan tarian inklusif ini menjadi bukti nyata bahwa pariwisata bukan hanya soal destinasi, tapi juga tentang nilai kemanusiaan, keberagaman, dan kebersamaan. (*)
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |