TIMES TASIKMALAYA, TASIKMALAYA – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tasikmalaya turun menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tasikmalaya.
Aksi ini menjadi puncak dari rangkaian protes yang sebelumnya dilakukan di beberapa kantor sekretariat partai politik di Kota Tasikmalaya.
Para mahasiswa membawa sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada partai politik dan Bawaslu terkait dugaan praktik politik uang yang menciderai proses demokrasi di Pilkada Kota Tasikmalaya.
Ketua PC PMII Kota Tasikmalaya, Adriana, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap fungsi partai politik yang dianggap belum berjalan maksimal.
Menurutnya, partai seharusnya menjadi instrumen pendidikan politik bagi masyarakat, bukan justru menjadi alat untuk memperdaya mereka.
“Fungsi partai adalah sebagai pendidikan politik bagi masyarakat. Namun, pada Pilkada kali ini, partai justru menjadi pembohong masyarakat dengan menghalalkan segala cara, termasuk praktik politik uang,” ujar Adriana saat diwawancarai di lokasi unjuk rasa, Sabtu (30/11/2024)
Adriana mengatakan PMII menilai bahwa partai politik seharusnya memegang teguh prinsip demokrasi dan tidak menggunakan materi sebagai alat kampanye.
Ia juga menegaskan bahwa partai politik harus kembali kepada fungsi dasarnya sebagai pendidik politik, bukan alat pencapaian kekuasaan dengan cara-cara curang.
Dugaan Kecurangan TSM, Viman dan Diki Jadi Sorotan
Aksi PMII tak hanya sebatas kritik terhadap partai politik. Mereka juga membawa data dan bukti terkait dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh dua calon wali kota, Viman dan Diki.
“Kami memiliki bukti bahwa tim dan relawan mereka menyebarkan uang dan barang di berbagai titik. Ini terjadi di beberapa TPS, kelurahan, hingga kecamatan,” ungkap Adriana.
PMII menurut Adriana akan mendesak Bawaslu untuk segera memberikan rekomendasi kepada KPU agar pasangan calon tersebut didiskualifikasi.
Adriana juga menambahkan bahwa secara aturan, diskualifikasi sangat mungkin dilakukan jika terbukti adanya pelanggaran serius.
PMII mengaku telah membentuk Satgas Anti Money Politik untuk memantau dan melaporkan praktik politik uang. Hasilnya, mereka menemukan berbagai bentuk pemberian uang dan barang kepada masyarakat, mulai dari uang tunai Rp25 ribu hingga Rp150 ribu, serta bahan pokok seperti minyak goreng.
“Banyak kader kami yang keluarganya menerima uang dan barang. Kami tahu siapa pemberi dan penerimanya, dan kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegas Adriana.
Lebih lanjut, Adriana menyatakan bahwa hampir semua calon yang bertarung di Pilkada Kota Tasikmalaya terindikasi melakukan praktik serupa. Ia menyoroti adanya pemberian uang dan barang jauh sebelum hari pencoblosan, serta praktik serupa yang dilakukan saat kampanye akbar.
“Intinya, semua calon tidak ada yang bersih. Semua melakukan praktik ini jauh sebelum hari H Pilkada,” tambahnya.
Adriana mengatakan PMII berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mahasiswa juga akan melaporkan semua temuan baru kepada Bawaslu dan memastikan bahwa tindakan tegas diambil.
Adriana berharap, Bawaslu dan KPU dapat menjalankan tugasnya dengan adil dan profesional demi menjaga integritas Pilkada.
Respons Bawaslu
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bawaslu Kota Tasikmalaya belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan PMII. Namun, sejumlah petugas Bawaslu terlihat menerima laporan dari perwakilan mahasiswa untuk ditindaklanjuti.
Dampak dan Harapan
Aksi PMII ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Kota Tasikmalaya. Banyak pihak berharap agar kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki proses demokrasi di daerah tersebut.
“Kami ingin Pilkada bersih dan adil. Jangan sampai masyarakat terus menjadi korban dari praktik kotor politik uang,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |