TIMES TASIKMALAYA, MAGELANG – Di tengah tantangan perubahan iklim dan mahalnya pupuk kimia, pertanian ramah lingkungan mulai kembali dilirik. Banyak upaya dicari cara agar tanaman tetap produktif tanpa merusak tanah dan lingkungan. Dari kegelisahan itulah berbagai inovasi pupuk organik lahir. Salah satunya seperti dipraktikkan Edy asal Kabupaten Magelang.
Berangkat dari kepedulian terhadap keberlanjutan pertanian, Edy yang akrab disebut Edy Gores ini, bersama keluarga serta anak-anaknya, secara langsung mempraktikkan pembuatan pupuk organik cair (POC) di rumahnya, Dusun Trisip Desa Tampirwetan Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
Menariknya, bahan baku pupuk tersebut berasal dari buah-buahan yang mudah ditemukan di sekitar lingkungan rumah.
Pemanfaatan buah-buahan lokal untuk membuat pupuk racikan Edy tergolong murah, mudah dibuat, dan berkelanjutan. Selain mengurangi ketergantungan pada pupuk pabrikan, metode ini juga membantu mengolah bahan alami agar lebih bernilai guna bagi pertanian.
Ilmu yang diaplikasikan Edy tidak datang begitu saja. Ilmu dan pengetahuan yang ia miliki diperoleh dari koleganya, Yussy Purwati, seorang pemerhati pertanian yang juga belajar dari seorang profesor dari German.
Edy Gores beserta anak -anaknya ketika mempraktikkan membuat pupuk organik dari buah-buahan. (FOTO: Dok. Edy Gores for TIMES Indonesia)
Berbekal pengetahuan dari Bunda Yussy, begitu Edy biasa menyebutnya, kemudian memodifikasi menjadi beberapa jenis pupuk organik cair. Salah satu yang menjadi unggulannya adalah, pupuk untuk merangsang pertumbuhan daun dan buah yang dikenal dengan sebutan LBF (Liquid Bio Fertilizer).
Menurut Edy, pupuk LBF sangat efektif untuk mendukung fase pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, terutama tanaman tahunan seperti kelengkeng, mangga, dan durian.
Dengan pengaplikasian yang tepat dan teratur, terhadap tanaman, menjadikan tanaman buah, bisa berbuah tanpa bergantung pada musim. “Pohon kelengkeng di depan rumah bisa berbuah sampai empat kali dalam setahun. Kuncinya ada pada waktu penyemprotan,” ucap Edy pada TIMES Indonesia, Senin (29/12/2025).
Pengalaman serupa juga ia dapatkan saat mencoba LBF pada tanaman merica perdu. Meski masih tergolong muda, tanaman tersebut menunjukkan respon yang tidak biasa. “Baru ada dua helai daun, tapi tak lama setelah disemprot LBF, beberapa hari kemudian bisa berbuah,” katanya.

Dalam proses pembuatan pupuk LBF memanfaatkan buah-buahan seperti pepaya, pisang, tomat, dan jenis buah lain yang berfungsi sebagai pemicu pertumbuhan.
Kandungan alami dari buah-buahan ini membantu menyuburkan daun sekaligus merangsang pembentukan buah. Untuk proses fermentasi yang dibantu starter khusus bahkan mampu mengaktifkan molekul hidup hingga berukuran sangat kecil atau nano, sehingga lebih mudah diserap tanaman.
Campuran bahan tersebut difermentasi selama sekitar 12 hari. Setelah melalui proses penyaringan, pupuk cair siap digunakan dan dapat dimanfaatkan petani dengan biaya yang relatif terjangkau.
Selain LBF, Edy juga meracik pupuk organik cair lain yang difokuskan untuk memperbaiki kondisi tanah tandus dan kering. Pupuk yang ia beri nama OLT (Olah Tanah) ini diracik dari kombinasi urin kelinci, gula merah, air cucian beras, kotoran hewan, serta starter berteknologi nano.
Meski berbahan sederhana, pupuk hayati OLT terbukti mampu memperbaiki struktur tanah. Kandungan unsur hara seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dapat diperbarui secara alami, sehingga tanah menjadi lebih gembur, subur, dan tidak lagi keras atau bantat.
Edy Gores berharap praktik sederhananya itu dapat menumbuhkan ketertarikan generasi muda terhadap dunia pertanian.
“Saya ingin anak-anak muda mengenal cara mengolah tanah dan menanam dengan pendekatan organik. Dengan pupuk hayati, kita tidak hanya menanam, tapi juga menjaga kesuburan tanah dan kelestarian bumi,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Intip Kiat Petani Magelang Edy Gores Membuat Tanaman Berbuah Tanpa Bergantung Musim
| Pewarta | : Hermanto |
| Editor | : Ronny Wicaksono |