TIMES TASIKMALAYA, TASIKMALAYA – Sekretaris Jenderal Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia, Asep Rizal Asyari, menyampaikan keprihatinan mendalam atas keterlambatan penyaluran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Triwulan 2 untuk madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Hingga pertengahan Juni 2025, sebagian besar madrasah di Indonesia belum juga menerima pencairan dana BOS, yang berdampak serius terhadap kelangsungan operasional pendidikan serta kesejahteraan para guru honorer.
Menurut Asep Rizal Asyari, kondisi ini bukan sekadar permasalahan administrasi teknis, melainkan soal keadilan dan kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa guru-guru honorer madrasah telah bekerja keras dalam mendidik generasi bangsa, namun hak-hak dasar mereka, termasuk honorarium bulanan, belum juga dipenuhi selama lebih dari tiga bulan terakhir.
“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal keadilan dan kemanusiaan. Guru honorer di madrasah sudah bekerja maksimal, tetapi justru menjadi korban dari sistem penganggaran yang timpang dan tidak berpihak. Negara belum hadir seutuhnya bagi kami,” tegas Asep Rizal Asyari saat ditemui TIMES Indonesia di salah satu madrasah di Kota Tasikmalaya. Selasa (17/6/2025) siang.
Asep Rizal merujuk pada Petunjuk Teknis (Juknis) BOS Madrasah Tahun 2025, di mana disebutkan bahwa penyaluran dana seharusnya dilakukan setiap triwulan secara tepat waktu dan sistematis.
Namun kenyataannya, realisasi Dana BOS untuk triwulan kedua mengalami keterlambatan serius. Hal ini menjadi bukti lemahnya dukungan pemerintah terhadap sektor pendidikan madrasah, khususnya yang dikelola secara swasta.
“Kami menyayangkan lemahnya perhatian DPR RI, Presiden/Wakil Presiden, dan para menteri terhadap pendanaan operasional pendidikan RA/Madrasah. Dampaknya sangat terasa pada kegiatan belajar mengajar, terutama di madrasah swasta yang sangat bergantung pada dana BOS untuk membayar honor guru, listrik, alat tulis kantor, hingga pelaksanaan pembelajaran,” tambahnya.
PGM Indonesia juga menyoroti adanya ketimpangan kebijakan anggaran antara satuan pendidikan umum yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan madrasah di bawah Kementrian Agama (Kemenag). Padahal, keduanya sama-sama berperan penting dalam menyelenggarakan pendidikan nasional.
“Jangan jadikan madrasah sebagai anak tiri dalam sistem pendidikan nasional. Kami menyerukan kepada Bapak Presiden dan Menteri Keuangan untuk memperhatikan mandatory spending yang berkeadilan bagi madrasah,” ungkap Asep Rizal.
Dalam pandangannya, guru-guru madrasah terutama yang non-PNS atau honorer telah berjasa besar dalam mendidik jutaan anak bangsa, namun justru menjadi kelompok yang paling terdampak oleh ketidakadilan anggaran.
PGM Indonesia menurut Asep akan terus mendesak pemerintah pusat agar segera mempercepat realisasi Dana BOS Madrasah sesuai dengan amanat Juknis dan kebutuhan riil di lapangan.
"Kita juga meminta agar pemerintah menyusun sistem anggaran yang adil dan tidak diskriminatif antara madrasah dan sekolah umum."pintanya.
Asep Rizal juga menekankan pentingnya memasukkan alokasi anggaran untuk madrasah ke dalam belanja wajib pemerintah (mandatory spending) secara proporsional dan transparan.
“Madrasah bukan beban negara, tapi aset strategis bangsa. Jika pemerintah terus membiarkan ketimpangan ini, maka semangat pemerataan pendidikan hanya menjadi slogan kosong. Saya berharap keadilan pendidikan dapat benar-benar diwujudkan untuk semua,” pungkas Asep Rizal Asyari.(*)
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |