TIMES TASIKMALAYA, TASIKMALAYA – Dalam beberapa tahun terakhir, tren mendaki gunung kembali naik daun. Media sosial, mulai dari Instagram, TikTok hingga Facebook, dipenuhi unggahan panorama puncak gunung, awan yang menggumpal bagaikan kapas, sunrise yang memesona, hingga tenda-tenda warna-warni yang berjajar rapi dan memanjakan mata.
Fenomena visual ini memancing semakin banyak orang untuk ikut mendaki demi merasakan sensasi serupa, berburu konten, bahkan demi alasan eksistensi.
Fenomena tersebut melahirkan dua kelompok pendaki yang cukup mencolok: pendaki pemula dan pendaki FOMO (fear of missing out).
Bambang "Bono" Suwarsono Humas dan Publikasi Wanapala pada Event Edukasi Pendaki Pemula saat memberikan keterangan kepada TIMES Indonesia, Selasa (18/11/2025) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Pendaki pemula biasanya baru mulai mengenal aktivitas mendaki sebagai bagian dari olahraga, eksplorasi jati diri, hingga pencarian pengalaman baru. Sementara pendaki FOMO lebih dipicu dorongan tren dan keinginan untuk tidak tertinggal dalam gaya hidup populer yang sedang marak.
Keduanya punya semangat tinggi, namun tidak jarang belum dibekali pengetahuan teknis pendakian dan kesadaran pentingnya konservasi alam secara memadai.
Akibatnya, perjalanan yang seharusnya menyenangkan justru berisiko menimbulkan masalah — mulai dari meningkatnya kasus tersesat, kelelahan ekstrem, cedera, hingga kerusakan ekosistem pegunungan akibat sampah dan perilaku yang tidak bertanggung jawab.
Untuk menjawab keprihatinan tersebut, Kelompok Pendaki Gunung dan Penempuh Alam Bebas Wanapala menginisiasi acara edukatif dalam rangka menyambut Milangkala ke-30.
Acara ini dikemas dalam rangkaian kegiatan “Ngopi Petualang” edisi ke-5, dengan acara puncak yang akan digelar pada 4 Desember 2025.
Salah satu agenda utamanya adalah Seminar Penggiat Alam: Pendakian Aman, Konservasi Alam, dan Mitigasi Bencana bagi Pemula, yang akan dilaksanakan pada029 November 2025 bertempat di Gedung Creative Center, Kota Tasikmalaya dengan tema: “Nyingraykeun Lalangse Naratas Lemah” (Menjaga kelestarian sambil menjelajah bumi)
“Kita ingin para pendaki tidak sibuk menghitung berapa banyak gunung yang telah didaki, melainkan seberapa besar kepedulian terhadap keselamatan diri dan kelestarian alam,” ungkap Bambang "Bono" Suwarsono selaku Humas dan Publikasi Wanapala pada Event Edukasi Pendaki Pemula. Selasa (18/11/2025).
Menurutnya, pendaki pemula maupun FOMO dapat berkontribusi melalui langkah sederhana seperti tidak meninggalkan sampah, hemat energi dan air saat beraktivitas alam, menanam pohon di lingkungan sekitar, mengikuti jalur resmi pendakian serta memahami mitigasi risiko bencana.
Sementara itu Ketua Umum Wanapala, Dera Apriadi mengungkapkan upaya managemen perjalanan dan pendakian sebuah gunung ini penting untuk melindungi keanekaragaman hayati, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam bagi generasi mendatang.
“Gunung akan selalu ada, tapi kesempatan hidup kedua belum tentu,” tegas Ketua Umum Wanapala, Dera Apriadi, mengingatkan bahwa keselamatan harus menjadi prioritas utama.
Seminar yang digelar gratisu ini akan menghadirkan tokoh-tokoh berpengalaman di dunia kepencintaalaman Indonesia, di antaranya Nurhuda (W 876 BAYU WINDU) Anggota Wanadri yang juga sebagai Atlet Seven Summits Expedition Indonesia dengan prestasi berhasil mencapai Puncak Gunung Everest pada Mei 2012
(Gunung Everest adalah gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian 8.848 mdpl.
Selain itu ada Firman K Anggota Wanapala, yang memiliki skil di bidang Panjat Tebing serta Aktif dalam program konservasi dan kegiatan kemanusiaan bersama BKSDA Wilayah VI Jawa Barat dan BPBD Kota Tasikmalaya
Ketua Pelaksana Seminar Candra “Keyeup” Sulistya berharap dengan hadirnya pemateri tersebut, panitia berharap peserta bisa menyerap banyak pengetahuan, mulai dari tips pendakian aman, pengelolaan risiko bencana, hingga implementasi etika konservasi di alam bebas.
“Sehingga para petualang di Kota Santri dapat menimba ilmu dan pengalaman langsung dari ahlinya,” kata Ketua Pelaksana Seminar Candra “Keyeup” Sulistya.
Semangat utama dari kegiatan ini menurut Keuyeup adalah mengubah paradigma pendaki, terutama generasi muda:
“Mari belajar bersama untuk menjadikan aktivitas hiking sebagai bagian dari gaya hidup yang sehat, bijak, dan beretika,” ujar Keuyeup.
Dengan edukasi dan kesadaran yang ditanamkan sejak dini, menurutnya diharapkan risiko kecelakaan pendakian dapat ditekan, kerusakan lingkungan dapat diminimalisir, pendaki makin siap menghadapi potensi bencana alam maupun non-alam serta kegiatan mendaki menjadi sarana mengenal alam secara lebih bermakna.
"Pendakian bukan ajang pamer di media sosial. Pendakian adalah perjalanan yang seharusnya menyatukan kita dengan alam, mengajarkan kerendahan hati, dan menguatkan kepedulian terhadap bumi."pungkas Keuyeup. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tren Pendaki Pemula dan FOMO Meningkat, Wanapala Gelar Seminar Edukasi Aktivitas Mendaki sebagai Gaya Hidup Bijak dan Bertanggung Jawab
| Pewarta | : Harniwan Obech |
| Editor | : Faizal R Arief |