TIMES TASIKMALAYA, JAKARTA – Ratusan siswa di sejumlah daerah dilaporkan mengalami gejala mual dan muntah usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan pemerintah. Insiden ini memicu kehebohan publik sekaligus pertanyaan besar: seberapa aman distribusi program pangan skala nasional ini?
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan pemerintah telah bergerak cepat berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengevaluasi penyebab kejadian.
“Kami atas nama pemerintahan dan BGN memohon maaf karena kembali terjadi kasus keracunan di beberapa daerah. Kami pastikan tidak ada unsur kesengajaan, dan evaluasi sedang berjalan,” ujar Prasetyo dalam konferensi pers, Rabu (10/9).
Pandangan Pakar Gizi
Ahli gizi dari Universitas Indonesia, dr. Siti Helmy, M.Gizi, menilai kasus ini menjadi alarm penting bagi pemerintah agar lebih ketat dalam memastikan standar higienitas MBG.
“Keracunan makanan umumnya dipicu oleh kontaminasi bakteri atau virus dalam proses penyimpanan dan distribusi. Kalau program sebesar MBG tidak dibarengi kontrol kualitas ketat, potensi insiden akan selalu ada,” katanya.
Menurutnya, setiap dapur penyedia MBG harus melalui uji kelayakan sanitasi, rantai dingin untuk bahan pangan segar, serta audit berkala oleh Dinas Kesehatan setempat.
Langkah Pertama Saat Keracunan
Pakar darurat medis dr. Karen Jubanyik dari Yale Medicine menjelaskan beberapa langkah dasar yang bisa dilakukan bila terjadi keracunan makanan:
-
Hidrasi segera – minum banyak air putih atau larutan elektrolit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat muntah/diare.
-
Hindari makanan berat – tunda konsumsi makanan berminyak, pedas, atau susu sampai kondisi membaik.
-
Istirahat cukup – biarkan tubuh melawan infeksi. Segera cari pertolongan medis jika gejala berlanjut lebih dari 2–3 hari atau muncul tanda bahaya seperti muntah darah.
Evaluasi Program MBG
Selain aspek darurat medis, evaluasi program juga mendesak dilakukan. Ketua Asosiasi Pengawas Pangan Sekolah Indonesia (APPSI), Rahmat Hidayat, menekankan pentingnya transparansi.
“Masyarakat harus tahu darimana bahan baku MBG berasal, siapa penyedianya, dan bagaimana pengawasan distribusi dilakukan. Tanpa keterbukaan, kepercayaan publik akan terus goyah,” ujarnya.
Dengan target jutaan penerima, program MBG tidak hanya menyangkut soal gizi, tetapi juga soal keselamatan publik. Pemerintah diminta belajar dari kasus ini untuk memperbaiki standar dan mengedepankan sistem early warning jika ada indikasi pangan tercemar. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Banyak Kasus Keracunan MBG, Ini Langkah Pertama Penanganan Saat Keracunan
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |